Hari Tanpamu

Sebuah gedung tinggi megah. Tertata rapi. Deretan bangku panjang berbaris. Seorang pria berbalut kaos putih, berblazer warna biru muda dan berambut cepak  kecoklatan. Dia berdiri diujung lorong, tepat di depan altar. Ya gereja. Tak seorangpun ada disana kecuali dirinya. Matanya memancarkan rasa sedih sekaligus benci. Sebuah cincin ia genggam dalam tangannya. Air mata menggenang dipelupuk mata, tapi tak bisa terjatuh.
                -Tak.Tak.Tak..-
                Terdengar suara langkah kaki memasuki gereja. Sang pria menoleh ke belakang, samar-samar dia melihat seseorang mendekatinya....
               
                Flash Back..
                Malam itu. Malam yang indah untukku. Aku duduk santai di sebuah kafe kopi langgananku. Silih berganti terlihat banyak sepasang kekasih melewati pandangan mataku dibalik kaca kafe. Senyum tipis menyungging dibibir. Secangkir coffechoco menemani dan ku pandangi sebuket bunga mawar putih di atas meja.
                “Semoga kau senang dengan kedatanganku” gumamku tersenyum tipis.
                Aku Rizky Saputra. Panggil saja Rizky. Hatiku sedang berdegup kencang menunggu seseorang. I nice you. I miss you. Itu yang selalu ada diotakku. Tiap hari hanya dia.
                Datang seorang gadis berambut panjang blonde, short dress melekat ditubuhnya. Gadis itu tengok sekeliling mencari sesuatu. Pandangannya terhenti tepat padaku yang melambaikan tangan padanya. Ah senyumku terhenti ketika melihat raut wajahnya sedikit berubah. Apakah hanya perasaanku saja? Sudahlah. Tak penting.
                “Hey, Sania!” sapaku langsung memberinya sebuah pelukkan.”Aku rindu” bisikku di telinganya.
                “Ya” jawab Sania singkat dengan senyuman paksa yang tak terlihat olehku.
                Sania. Gadis yang selama ini ku cintai. Satu tahun ku tak bertemu dengannya. Hanya komunikasi jarang jauh yang bisa kami lakukan. Hari demi hari ku lewati tanpa dirinya. Kami duduk saling berhadapan. Oh sungguh semakin cantik dirinya!
                “Ini untukmu!” ku berikan sebuket bunga yang sudah kusiapkan sedari tadi.
                “Terima kasih. Kapan kau pulang? Kenapa tak memberitahuku?” tanya Sania sambil memegangi bunga pemberianku.
                “Hey! Kau terlalu banyak bertanya. Bukankah seharusnya kau senang? Aku hanya ingin memberimu sebuah kejutan” jawabku tersenyum senang.
                “Kejutan? Ya kau selalu membuatku terkejut” Sania menatapku lama.
                “Sebentar! Aku ingin kau...” aku merogoh saku celanaku. Sebuah kotak berukuran kecil ingin ku keluarkan, tapi...
                “Aku ingin kita putus” ucap Sania menatapku dalam. Ku urungkan niat memberikan itu padanya.
                “Apa kau bilang? Pasti kau bercanda?!” tanyaku sekali lagi untuk memastikan. Aku hanya tertawa mendengarnya.
                “Maafkan aku” hanya ucapan maaf yang keluar dari bibirnya. Tanpa melihat diriku yang terdiam lama dengan tatapan kosong, Sania pergi begitu saja tanpa menoleh kembali.
                “Bohong! Pasti ini hanya gurauan. Heuh..” decakku tak percaya. Tubuhku lemas tak berdaya bersandar pada punggung kursi. Ku buka kotak kecil yang ingin ku berikan tadi pada Sania. Terpajang sebuah cincin putih bermata berlian. Sangat indah.
***
                Sebuah ruangan cukup luas untuk ditinggali. Terlihat banyak barang berserakkan di lantai. Sungguh berantakan seperti kapal pecah. Tak terlihat ada orang disana.
                “AAAARGGGHHH!!!” terdengar suara keras teriakkan di dalam sebuah ruangan lain. Sebuah ruangan berukuran 5x5 meter tergantung foto besar seorang pria tersenyum manis dan sebuah ranjang besar. Semua terlihat berantakkan. Seorang pria terduduk lemas menundukkan kepala bersandar di tepi ranjang.
                “Kenapa? KENAPA?!!!” teriaknya lantang. Aku seperti kerasukkan setan. Aku marah tapi juga rindu. Semua ku lampiaskan dengan barang-barang yang ada di rumah. Aku kalut. Aku masih tak percaya yang dikatakan Sania. Padahal, aku ingin melamar Sania pada saat itu. Apakah aku terlambat?
                Hari haripun ku lewati tanpa dirimu. Namun, kau tetap pergi tinggalkan diriku. Ini semua bukan inginku, tapi kau yang memaksaku untuk menjauhi dirimu. Diriku sungguh menderita. Aku berusaha move on dengan pekerjaanku. Aku sibukkan diriku dengan kerja lembur dan pulang tengah malam.
                Pagi hari telah menyongsong mentari. Aku bersiap diri mengenakan hem berwarna merah dan berdasi. Tak lupa jam tangan bertengger di lenganku. Bercermin adalah hal yang menyebalkan. Aku melihat diriku yang lain. Tersirat irama sendu yang mengisi hatiku.
                -Ting Tong..Ting Tong-
                Terdengar suara bel rumah berbunyi.
                “Ya sebentar!” teriakku berlari kecil menuju pintu. Saat pintu terbuka ku lihat sosok pria paruh baya berseragam tersenyum padaku.
                “Ada apa, Pak?” tanyaku sopan padanya.
                “Ini ada surat untuk anda. Tolong tanda tangan disini ya!” ucap pria itu seorang tukang pos.
                “Ini, Pak!” aku terima surat itu sambil menyodorkan kertas yang ku bubuhi tanda tanganku.
                “Terima kasih” ucap pak pos.
                “Terima kasih kembali” balasku sambil tersenyum. “Surat apa ini?” gumamku lirih sambil membolakbalikkan surat itu. Ku robek ujung amplop dan buka isinya. Aku hanya tersenyum melihat isinya.
***
                -TENG..TENG..TENG..-
                Suara lonceng berbunyi keras. Pintu gereja yang menjulang tinggi terbuka. Seorang gadis berpakaian serba putih menjulang panjang di lantai dan berbuket bunga. Dia tak sendiri. Sang gadis digandeng oleh seorang pria paruh baya bertaxedo rapi berwarna hitam. Senyum manis terus mengembang di bibirnya. matanya terpancarkan kebahagiaan. Mereka menuju ujung altar dan terlihat seorang pria bertaxedo warna putih menunggu disana. Sang pria tersenyum kepada sang gadis. Janji suci mereka ikrarkan.
                “Pakaikan cincin di jari manisnya!” ucap sang pendeta pada kedua anak manusia yang sedang berbahagia. Cincin telah melingkar di jari sang gadis. Suara riuh tepuk tangan tanda bahagia. semua ikut bahagia. Tapi, tidak dengan Rizky. Dia melihat gadis pujaannya telah menikah dengan pria lain. Dia duduk di ujung paling belakang menyaksikan janji suci mereka. Sania masih bisa melihat Rizky disana. Sania menatap Rizky lama. Rizky pun sebaliknya. Rizky hanya membalasnya dengan senyuman. Dia tak ingin Sania merasa bersalah di hari bahagianya. Sania merasa lega dengan senyuman tulus Rizky. Sania membalas senyuman Rizky dan berderai air mata menatap sang suami di sampingnya. Tak seorang pun tahu bahwa air mata itu untuk Rizky mantan kekasihnya.
                -TENG..TENG..TENG..-
                Lonceng berbunyi lagi. Kali ini semua memberi selamat pada sang pengantin. Semua bersorak bahagia di luar gereja.
                “Selamat ya!”
                “Selamat atas pernikahannya!”
                Tradisi yang tak bisa dilepaskan dalam pernikahan yaitu lempar bunga. Sania bersiap-siap melempar buket bunga di tangannya. Semua tamu undangan yang belum menikah bersiap saling berebut mendapatkan buket itu.
                “Siap ya! Satu..Dua...Ti...Ga!” teriak Sania sambil melempar buketnya sekuat tenaga.
                Semua terdiam. Tak ada yang mendapatkan buket bunga itu. Rizky terdiam kaku. Sebuah buket bunga tepat jatuh di hadapannya. Padahal, dia tak menginginkannya. Sania pun ikut terkejut melihatnya. Rizky mengambil bunga itu dan memandang Sania dari tempatnya berdiri.
                “Selamat ya!” senyum tipis tergores indah di bibir Sania.
***
                Sejak pernikahan Sania. Itu terakhir kalinya aku bertemu dan melihat dirinya. Mungkin dia sudah bahagia dengan suaminya. Sebenarnya, kau tahu kalau aku masih cinta denganmu. Namun, sekarang kau kini bersamanya. Diriku sungguh menderita. Tapi, aku berusaha ikhlas.
                Setiap hari aku berkunjung menemui-Nya. Selalu ku selipkan namamu dan dia dalam setiap tundukkan doaku agar kau bahagia.
                ‘Tuhan..berikan dia kebahagiaan yang tak terhingga dalam keluarganya dan cinta yang lebih untuk dia dan suaminya. Amin..’ doaku untuknya.
                Aku terduduk melamun di bangku panjang itu. Walaupun di dalam hati ini sakit, tapi ini karena cinta. Masih teringat jelas canda tawa dan kenangan saat bersamanya. Apakah kau lupakan begitu saja?
                Waktu pun terus berlalu. Masih sangat sulit bagiku lewati hari tanpamu. Itulah hari hariku. Ritual pun masih aku lakukan tiap harinya. Ya menemui-Nya disana. Walaupun, tanpa ku sadari ada orang lain disana.
                Flash back end.
                Samar-samar sang pria melihat seseorang mendekati dirinya. Ya pria ini adalah Rizky. Rizky melihat seorang gadis bertubuh kecil, berambut curly pendek sebahu dan bermata sipit. Ah gayanya sedikit tomboy. Sang gadis berhenti tak jauh darinya.
                “Hey!” sapa sang gadis tersenyum sambil melepas topi yang menutupi wajahnya.
                “Kau?! Heuh..” Rizky hanya tersenyum tipis melihat kehadiran sang gadis. Keduanya saling pandang dan tersenyum.
                Semua mungkin telah berakhir. Tapi, hari-hari terus berjalan tanpa henti. Kisah dan hidup pun akan terus berjalan. Ya kan?
               
The End.


Comments

  1. itu Rizky kak Alif bukan sih ?? kakak tuh endingnya selalu aja gantung.. suka banget bikin ending gantung kayanya kak... tapi slalu suka juga sama ceritanya

    ReplyDelete
  2. Aku suka ceritany^^ bagus banget, sayangnya knp gantung ceritanya -_-

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Darell Ferhostan

Jam Berbunyi TIK...TOK..

GONE