Aku Tentang Dia...
Malam
itu suasana sangat ramai untuk sebuah kafe kecil di kota Purwokerto. Aku bersama
teman-temanku menikmati suasana malam minggu. Malam minggu? Tak seperti banyak
pasangan yang melakukan kencan, tapi aku tak melakukannya. Kenapa? Karena aku
belum memiliki pasangan. Kami mengobrol
banyak mengenai kesibukan dunia kerja dan pengalaman pribadi yang bisa untuk
diperbincangkan. Aku juga bertemu dengan teman lain yang sedang menunggu
teman-temannya berkumpul. Meja kami jadikan satu karena sudah saling mengenal
dan makin ramai. Hanya dari sebuah perkenalan kecil dan sebuah komunitas, kami
menjadi teman. Dunia ini sangat kecil! Tak butuh waktu lama, ada seorang pria
bergabung dalam meja kami. Entah siapa dia, aku tak mengenalnya. Ternyata, dia
adalah teman sepermainan dan sekomunitas dengan temanku. Waktu itu, belum ada
yang menarik ketika dia ikut bergabung dengan kami. Hanya sebuah obrolan biasa
yang bisa membuat aku dan lain tertawa menghilangkan penat. Saling berbincang
dan tak lupa melakukan wefie. Obrolan yang semakin larut membuat waktu semakin
singkat. Malam semakin larut, jam menunjuk pukul 21.30 wib waktu dimana aku
harus pulang ke rumah. Sebagai seorang perempuan, aku masih memiliki etika
untuk pulang kerumah sesuai jam malam biar tak ada hal atau guncingan tak enak
dari tetangga. Harap maklum saja, aku tinggal di sebuah pemukiman yang para
tetangganya masih suka ikut kepoin tetangga yang lain.
Hari
pun berlalu seperti biasanya, tak ada yang spesial atau apapun. Dunia kerja
membuat aku jadi sibuk tanpa memikirkan sebuah hubungan komitmen dengan seorang
pria. Menurut orang lain, aku terlalu sibuk, iya sibuk membahagiakan orang
lain. mau bagaimana lagi?! Aku harus menafkahi kedua orang tuaku yang sudah
menua, sejak Bapakku sakit dan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Mana
sempat aku berpikir untuk istilah berpacaran. Umur yang sudah menginjak 27
tahun sudah tak membuatku berkeinginan yang namanya pacaran atau tahap
perkenalan dalam waktu lama. Aku butuh sebuah kepastian dan komitmen jika memang
seorang pria itu takdirku. Biarlah kata orang yang selalu mencibir mengataiku
perawan tua atau hal lainnya. Aku hidup dan makan tidak minta dengan mereka yang
selalu menggunjing kehidupan dan keluargaku. Cap saja bahwa mereka iri melihat
kehidupan dan keluargaku. Berpikir positif yang membuatku bertahan sampai
sekarang. Dengan istilah berpacaranpun, aku malu untuk melakukannya karena malu
dengan hijab yang ku kenakan sekarang. Tak ada istilah pacaran dalam Islam,
tapi aku berhak juga mengenali siapa dan apa pria yang nantinya menjadi calon imamku.
Aku bukan muslim seutuhnya karena masih banyak harus belajar. Cukup berteman
biasalah, siapa tahu kelak berjodoh? Tak ada yang tahu, dari sebuah pertemanan
yang mengetahui seluk beluk baik dan jeleknya kelakuan adalah temanmu selain
keluarga. Biar tak ada maksud lain yang mejurus dengan sengaja berpegangan
tangan, berpelukkan, nanti minta yang lain. setan dimana-mana. Hiiii... Takut!
Biarlah orang berkata aku kuno atau munafiklah, terserah. Namanya juga manusia
pasti ada munafik atau khilaf dan punya dosa lagi. Lengkapkan? Aku juga punya
dosa.
Awan
pun sudah menjadi warna gelap gulita dan berbintik banyak bintang tak lupa
sebuah bulan purnama menemani mereka. sebuah ranjang dengan kasur terisi kapas
kapuk yang tak terasa begitu empuk. Aku merebahkan tubuhku yang mulai lelah dan
pegal. Oh! Rasanya remuk semua tulang ini. aku lelah seharian dan lagi jarak
rumah ke kantor lumayan jauh ditempuh hampir setengah jam. Selimut tebal juga
menemaniku agar tak merasa dinginnya malam. Seperti biasa aku selalu bermain
smartphone sekedar menghilang bosan dan cari info media sosial. Tak lupa aku
mengecek akun instagram dan BBM-ku. Eh, ada yang menginvite akun BBM-ku tertera
nama, sebut saja Gusur Photography. Aku cukup lama berpikir untuk menerimaan
invite orang itu, tapi aku berpikir positif siapa tahu orang yang ternyata aku
kenal karena pin BBM tak sembarangan semua orang tahu kecuali diberitahu
sebelumnya oleh orang lain yang mempunyai pin BBM dalam kontaknya. Setelah
terkonfirmasi, akunnya telah masuk dan terlihat foto profil seorang gadis
bergaya bak model. aku diamkan saja sebelum sana menyapa. Benar dugaaku, orang
itu menyapa dahulu.
Sebuah
percakapan singkat...
26
Juni 2017,
Gusur : Makasih J
Aku : Oke sama-sama
Gusur : Maaf ya kalau ganggu J
Aku
tak membalas lagi cukup tanda ‘R’
sebagai simbol bawa chat-nya telah aku baca. Mataku lelah dan mengantuk
berat. Aku cukup tahu siapa orang itu karena dia mengganti foto profilnya
dengan dirinya. Seingatku, Dia adalah pria yang waktu itu ikut bergabung dalam
satu meja saat di cafe walaupun tidak saling mengobrol. Dia yang sedang aku
bicarakan, seorang pria yang terlintas sejenak dalam ingatanku. Jangan harap
bayangan fisik dia seperti bayangan kalian dalam sebuah cerita novel atau
dongeng. Tampan, putih, tinggi dan berpakaian layaknya eksekutif muda.
Hilangkan sejenak khayalan! Kembalilah ke realita hidup sebenarnya! Sebenarnya,
dia cukup menarik perhatianku. Dia sangat berisi bahkan terlihat tembem untuk
ukuran pipinya. Kulit sawo matang yang terlihat gosong tersengat sinar
matahari, tinggi yang mengimbangi berat badannya dan sedikit tipis-tipis
brewokan pada dagunya.
Beberapa
hari setelah chat pertama, dia mulai mengajakku kembali untuk mengobrol via
bbm. Seperti biasa, entah kenapa akunya atau orang lain beranggapan bahwa aku
terlalu cuek atau kurang peka terhadap lawan jenis. Tak jarang, mugkin banyak
pria yang mendekatiku lama-lama mundur perlahan menjauhiku. Aku juga mulai
sadar itu, tapi apa hakku untuk menarik salah satu dari mereka jika mereka
sudah menyerah mendapatkan perhatianku. Tak ada orang yang tahu gelagatku suka
atau tidak suka pada seorang pria sekaligus mereka orang terdekatku. Sahabatku
pun yang tahu aku sejak lama, tak tahu tipe apa yang ku sukai. Mereka selalu
mengambil kesimpulan sendiri bahwa aku orang yang susah diajak berkenalan
dengan seorang pria. Mereka salah! mereka terlalu subyektif dalam menilai
orang. sebuah perkenalan dalam pertemanan, tak akan ada yang tahu takdir
membawanya. Baik buruknya pertemanan akan membuat diriku tak merasa dibohongi
atau terkejut menghadapai sikap seseorang. Apalagi, jika seorang teman pria
yang bakal jadi belahan jiwa takdirku. Bukan salah mereka mengenalkanku seorang
pria yang pada akhirnya justru pria itu mundur atau gagal menarik perhatianku.
Bukannya sombong! Mau bagaiman lagi jika memang sudah tak klop , beda halnya
jika ada kata ‘cocok’.
Hari
cepatlah berlalu tanpa aku sadari sudah akhir pekan. Malam minggu saat itu, aku
terpikir untuk mengajaknya bertemu kembali. Percuma bila hanya banyak bicara
lewat chatting bbm. Banyak percakapan real lebih mantap apakah dia serius atau
hanya bualan belaka. bertemu tak harus berdua, aku mengajaknya bertemu dengan
teman-teman yang lain. istilah hangout rame-rame. Awalnya, dia menrima ajakanku
untuk bertemu. Tapi, ada sedikit keraguan ketika dia menerima ajakanku. Aku tak
berharap banyak karena pengalaman lalu mengajarkanku pembelajaran kearah yang
lebih baik. Insya Allah. Ketika malam semakin larut dan acara hangout akan
berakhir, dia tak kunjung juga datang. Aku sedikit kesal. Marah? Tentu saja!
Aku marah karena dia tak memberi kabar dan apa yang aku dapatkan setelahnya?
12
Agustus 2017,
Aku :PING!!!
Cukup
lama dia tak membalas...
Gusur : Aduh maaf yakin. Aku sebenernya udah siap dari
tadi. Tapi malah ketiduran.
Aku : Ya
udah ga apa. Next time lagi aja!
Gusur :Sorry yah.. Yakin maaf banget!
Aku : Iya...
seriusan ga apa
Gusur
: Oke
Entah
dia berbohong atau tidak. Aku sedikit kesal dengan sikap seperti itu. Sungguh
jangan ditiru! Kasihan yang menunggu dan pada akhirnya kepastian sirna. Perlu
kalian tahu, dua chatting terakhir bukanlah aku yang membalas chat dia. Temanku
yang mengenal dia juga. Aku menyuruhnya untuk membalasnya karena aku sedang
kesal dengan sikapnya. Mungkin dia sadar kalau bukan aku yang membalas
chattingnya.
Sejak
itu tak ada lagi chat dari dia. Aku tahu dia mulai menghilang dari kehidupanku.
Mungkin dia lelah, lelah menghadapi sikapku yang katanya terlalu cuek.
Walaupun, masih ada sedikit perhatian dari cara meng-like postingan foto di
akun instagramku. Cukup lama tak ada kabar hanya beberapa postingan update
status dan photo profil. Dia memposting status yang menurutku terdengar
sensitif.
21
Agustus 2017,
Tentang
pesan pribadi anda: @Gusur
“Minta
doanya teman-teman.. Semoga bapak khusnul Khotimah..”
Sebuah
pesan singkat yang membuatku ragu akan maksudnya. Aku bertanya padanya via chat
BBM untuk memastikan sebuah pesan.
Aku : Bapak siapa, mas?
Insya Allah khusnul khotimah... aamiin..
Gusur : Bapakku...
Aamiin... aamiin..
Bapaknya
telah meninggal dunia. Meninggalkan sebuah keluarga kecil dan banyaknya
kenangan diantara bapak dan anak. dia tak terlihat bersedih. Aku tahu, dia
berusaha untuk tenang dihadapan ibu, orang-orang terkasih dan dirinya sendiri.
Dia mungkin berhasil menutupi itu semua tanpa cela, tapi dia tak bisa menutupi
tangisnya dihadapan Sang Maha Pencipta Allah SWT. Sekuat apapun manusia ada
saatnya dia mulai runtuh menjatuhkan air mata. Semua akan kembali pada Sang
Pencipta. Tak ada yang kekal abadi di dunia yang hanya sebatas mampir minum
kopi di warung. Aku turut berduka cita dan semoga jalan beliau dilapangankan
menuju surgaMu, aamiin.
Kisah
ini masih berlanjut walaupun tak seintens dua orang menjalani pendekatan. Aku
dan dia bukan lagi anak remaja, yang mengharapkan sebuah kisah pacaran dan
bermesraan layaknya dunia seperti milik berdua. Tidak lagi! bertambahnya usia
membuat diriku mulai berpikir lebih jauh dan matang apa yang harus dilakukan
agar tak menyesal dikemudian hari. Bukan lagi sekedar nafsu belaka yang
dipertontonkan tapi lebih ke sebuah sikap dan prinsip. Sebagai penopang hidup
agar tak terpedaya pergaulan yang sudah mulai memperhatinkan. Aku hanya bisa
geleng kepala bahwa jaman semakin edan. Ketika orang berkata bahwa aku sangat
kuno dan pria mana yang mau dengan gadis seperti diriku ini. terserah orang
bicara apa saja. Toh, ini aku! Aku yang menjalankan sebuah hubungan nantinya.
Aku hanya butuh sebuah komitmen dalam hidup. Janganlah bermain-main lagi karena
aku sudah tak muda lagi.
Senja
yang mulai menggelap menjadi petang dan tak mendung, aku ada janji berkumpul
dengan teman-temanku. Sebuah cafe minimalis dengan interior yang cukup unik
menjadi destinasi icip-icip kami yang doyan makan. Banyak obrolan yang kami
bahas tentang pekerjaan, kehidupan pribadi dan para lelaki. Obrolan santai yang
menyenangkan. Salah satu temanku mengenal dirinya sebelum aku mengenalnya,
sebut saja mba Sita.
“Lisa,
kamu tahu tidak?! Gusur curhat tentangmu tadi malam.”
“Curhat
apaan, Mba?”
“Dia
cerita kalau kamu terlalu cuek jadi perempuan, bahkan dia mulai menyerah untuk
mendekatimu. Tapi, dia masih ada rasa sama kamu. Kamu bagaimana?”
“Mau
bagaimana lagi, mba? Aku bukan tipe perempuan yang digombalin langsung
berbunga-bunga bak ABG. Tahu sendiri, kita sudah bukan anak SMA yang mengenal
sekedar cinta-cintaan. Kalau dia memang serius mendekatiku ya ayuk jalan pelan,
pasti dan serius.”
“Kamu
bener, Lis!”
“Lah
mba, aku sudah lelah dengan hanya sebuah pendekatan yang tak berujung tanpa
tujuan. Aku juga punya tanggung jawab lebih. Kamu tahu itu.”
“Ya,
aku tahu itu.”
Jika
dia memang memantapkan hatinya pasti ada jalan kearah yang lebih baik. Entah
itu denganku atau dengan yang lain. jodoh dan takdir tak ada yang tahu. Aku
pasrah? Ya aku pasrah pada Kuasa, tapi pasrahku bukan berarti menerima apa saja
yang datang. Aku masih punya pilihan yang bisa membimbingku ke depan dengan
siapa aku kelak hidup bersama. bukan hanya sekedar rasa cinta tapi kecukupan
kebutuhan materi dalam hidup. Hidup bersama bukan hanya cinta tapi kita butuh
makan, pendidikan anak dan biaya yang tak terduga lainnya. Jika dia beranggapan
bahwa aku matre, dia salah besar. aku hanya berencana untuk masa depan sebuah
hubungan menjadi keluarga kecil bahagia.
Beberapa
hari berlalu dengan cepat. Tanggal dan bulan sudah mulai berganti. Benar
nyatanya, dia sudah tak pernah menghubungi diriku lagi. dia menyerah! Menyerah
dengan ego dan nafsunya yang mengedepankan rasa suka yang menggebu tanpa ada
persiapan. Ada beberapa pria sebelumnya yang bersikap sam halnya sperti ini dan
aku sudah biasa diperlakukan seperti itu. tandanya mereka belum siap
berkomitmen dengan satu orang. hello... aku tahu aku bukan orang kaya, aku
orang biasa yang suka barang-barang mahal dan
murah tapi aku bukan orang murahan. Ingat itu! jadi jangan beranggapan
aku mudah untuk didapat sesuka hati dan kalau bosan langsung dibuang. Karena
jika kalian para pria melakukan hal tersebut, justru kalian yang pada akhirnya
menyesali telah melepas seorang gadis sepertiku. Pede?! Hello... kepercayaan
diri seseorang dinilai dari apa yang dia lakukan atas tanggung jawabnya hidup
di dunia. Orang pintar dan tulus yang dapat menilai itu semua.
Selasa,
12/09/2017
Aku : Malem...
Gimana kabar? Sibuk ya...
Aku
juga tidak terlalu jual mahal. Setelah lama tak ada chat dari dia, aku memulai
chat dia terlebih dulu menanyakan kabar. tik tok tik tok... jarum jam terus
berjalan.
Gusur : Alhamdulillah...
Iya ni sibuk apa menyibukkandiri yah.
Kamu apa kabar?
Aku : Alhamdulillah
baik juga. Lah, kalau sibuk cari rejeki
ya tak apa.
Gusur : Heheh
iya juga. Pengennya si sibuk ama kamu...
(gombalan receh haha...)
Aku : Hahaha
ada-ada aja. Sedang ada di purwokerto apa?
Gusur : Ya
diada-adain aja. Aku lagi di kebumen, ada kumpul keluarga.
Aku : Ada
acara keluarga?
Gusur : Tahlil
dan yasin buat almarhum..
....
Ah
acara buat almathum bapaknya. Sudah hampir satu bulan lamanya, bapak dia telah
tiada. Acara yang dimajulan karena sebuah alasan bahwa semua keluarga bisa
kumpul pada saat itu. Entah pembicaraan ini akan berlanjut sampai mana. Aku pun
sesuaikan saja seperti air mengalir apa adanya. jika bisa mengalir bersama maka
akan terus berlanjut hingga ke muaranya.
...
Aku : Aku
sudah mengantuk, mata lima watt. Kalau begitu, selamat istirahat.
Gusur : Oke
deh.
Akhir
sebuah chat karena memang mataku sudah berat. Tak ingin membuat dia menunggu
balasan dariku, lebih baik mengakhiri percakapan tersebut dengan alasan yang
benar tanpa kebohongan. Nyatanya, aku tak berbohong karena jika aku berbohong,
semua akan berlanjut dengan tidak baik-baik saja. Terserah dia menganggapku
bagaimana.
Hanya
sebuah obrolan dua orang berbeda umur, berbeda pengalaman, berbeda pikiran,
berbeda opini, dan berbeda jalan cerita kehidupan. Apakah masih berlanjut atau
tidak? Aku pun tak tak tahu. Jika Tuhan pengendali takdirku dan dia, maka jalan
cerita ini ada pada kendali diriku dan dia. Aku dan Dia dalam sebuah cerita
yang belum tahu tamatnya seperti apa.
Tamat.
Comments
Post a Comment